CIMAHI – Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Barat menggelar Rapat Koordinasi Pemanfaatan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) di Aula Sawala Dinsos Jabar, Kota Cimahi, Selasa (22/7/2025).
Seperti yang dirilis jabarprov.go.id, kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi provinsi, kabupaten/kota, termasuk Bappeda, Dinsos, serta BPS ini bertujuan untuk membahas optimalisasi penggunaan DTSEN sebagai basis data dalam perencanaan dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Kegiatan ini menjadi tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang penghapusan kemiskinan ekstrem. Dengan populasi terbesar di Indonesia, Jawa Barat menjadi wilayah strategis dalam upaya percepatan pengentasan kemiskinan.
Dalam sambutannya, Kepala Dinsos Jabar Noneng Komara Nengsih menekankan, urgensi penggunaan DTSEN sebagai sumber data tunggal yang merepresentasikan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Ia mengatakan, angka kemiskinan di Jawa Barat masih cukup tinggi, yaitu sebesar 7.08%, meski laju pertumbuhan investasi dan ekonomi cukup positif, namun pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Maka dari itu, dibutuhkan sinkronisasi antara data mikro dan makro guna memastikan ketepatan intervensi program. Evaluasi program sebelumnya juga perlu dilakukan agar kebijakan ke depan lebih tepat sasaran.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai salah satu narasumber memaparkan, DTSEN merupakan bagian penting dalam mencapai target nasional penghapusan kemiskinan menuju 0% pada 2029.
Data yang akurat dan komprehensif menjadi fondasi utama dalam perencanaan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam paparannya, disampaikan bahwa 67% masyarakat miskin dan rentan mengalami keterbatasan akses layanan dasar dan hanya 41,56% dari bantuan sosial yang tepat sasaran.
DTSEN diharapkan dapat mengurangi inclusion error dan memperbaiki mekanisme distribusi bantuan.
Pemaparan dari narasumber perwakilan BPK M. Sairi Hasbullah, menyoroti pentingnya pendekatan evidence-based policy dalam menangani kemiskinan.
Ia menegaskan, kemiskinan bukan hanya persoalan angka, tetapi memiliki dimensi yang kompleks dan multidisipliner. Penggunaan data makro dan mikro secara terpadu diperlukan agar program intervensi dapat efektif dan berkelanjutan.
Ia juga mengingatkan, ukuran kemiskinan di Indonesia perlu diperbarui agar sesuai dengan kondisi dan hak dasar masyarakat saat ini. Reformulasi metode perhitungan garis kemiskinan menjadi salah satu isu krusial yang harus segera ditindaklanjuti.
Rapat ini menghasilkan beberapa kesimpulan strategis, di antaranya perlunya sinergi lintas sektor dalam penyusunan dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, serta perubahan paradigma masyarakat miskin agar tidak bergantung terus-menerus pada bantuan sosial.
Dinsos Jabar juga berkomitmen melakukan pemetaan potensi dan pemberdayaan masyarakat miskin sebagai bagian dari strategi graduasi menuju kemandirian.
Seluruh pihak sepakat bahwa DTSEN akan menjadi landasan kebijakan yang penting dan mendorong percepatan penurunan angka kemiskinan di Jawa Barat secara lebih terarah dan efektif. (ynt/rls)