Penulis : Dr. H. Pendi Susanto, M.Pd. (Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu)
PERGESERAN filosofi ASN, dari abdi-negara ke abdi-masyarakat, dari pejabat yang dilayani menjadi melayani masyarakat. Hal itu ditandai dengan tegaknya nilai-nilai integritas yang menjunjung tinggi kejujuran, nurani rasa malu, nurani rasa bersalah, dan berdosa jika melakukan penyimpangan. –Sultan Hamengkubowono X-
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) beberarapa waktu lalu menggelar Anugerah Meritokrasi untuk kali keempat, Pada gelaran di Yogyakarta ini KASN memberikan penghargaan kepada 34 instansi pemerintah yang berhasil meraih kategori sistem merit “Sangat Baik” dan 96 instansi pemerintah yang masuk kategori “Baik”. Di samping itu, juga terdapat 13 instansi pemerintah yang mendapatkan apresiasi setelah berhasil menerapkan manajemen talenta dalam pengisian kursi jabatan pimpinan tinggi (JPT).
Salah satu daerah yang mendapatkan penghargaan adalah Kabupaten Indramayu. Kabupaten Indramayu secara bertahap dan terukur terus melakukan transformasi birokrasi dalam menerapkan manajemen ASN dengan Sistem Merit. Pada Tahun 2021, untuk nilai system merit masih 0, kemudian tahun 2022 menjadi 178,5 kategori kurang dan pada Tahun 2023 sebesar 255,5 kategori baik. Bupati Indramayu Hj. Nina Agustina seusai menerima penghargaan mengatakan, penghargaan yang diterima tersebut merupakan bentuk apresiasi terhadap keberhasilan instansi pemerintah dalam penerapan Sistem Merit. Penghargaan diberikan untuk mendorong konsistensi penerapan Sistem Merit instansi pemerintah agar tetap terjaga.
Ketua KASN, Agus Pramusinto mengatakan bahwa pelaksanaan Anugerah Meritokrasi merupakan wujud keteguhan KASN dalam mengawal pengawasan penerapan sistem merit di tengah masa transisi. Disahkannya UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara mengubah manajemen ASN secara substansial.
Perubahan lingkungan politik saat ini, seperti pemilu serentak dan pergantian pemerintahan, juga akan memengaruhi penerapan sistem merit khususnya terkait dengan aspek netralitas, kode etik, dan kode perilaku ASN. Para ASN perlu waspada terhadap risiko peningkatan pelanggaran netralitas ASN selama tahun politik dan mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat. Netralitas bukan sekadar kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga pemeliharaan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan. ASN harus menghindari politik praktis untuk mengeliminasi konflik kepentingan dan menjaga imparsialitas birokrasi.
SISTEM MERIT DALAM PEMERINTAHAN
Sistem merit menurut konsepsi disiplin ilmu merupakan suatu sistem manajemen kepegawaian yang menekankan pertimbangan dasar kompetensi bagi calon yang akan diangkat, ditempatkan, dipromosi, dan dipensiun sesuai UU berlaku. Kompetensi calon itu mengandung arti calon harus punya keahlian dan profesionalisme sesuai kebutuhan jabatan yang akan dipangku. Kompetensi, keahlian dan profesionalistik calon menjadi pertimbangan utama.
Konsep merit system bertolak belakang dengan konsep spoil system. Dalam konsep merit system, kepentingan perbaikan penyelenggaraan birokrasi menjadi hal yang paling ditonjolkan, sedangkan dalam konsep spoil system, kepentingan politis dalam tata kelola birokrasi lebih dominan (Hollye, 2009). Kualitas tata kelola pemerintahan yang buruk akan berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan dan pencapaian sasaran pembangunan. Di samping itu, tata kelola pemerintahan yang buruk memberi ruang bagi praktek korupsi untuk berkembang di birokrasi.
Sistem merit, dalam presfektif sejarah, mulai dilakukan di zaman Dinasti Qin dan Han di China. Dinasti ini mengenalkan sistem merit melalui sistem pendidikan dan pelatihan, diikuti dengan ujian dan seleksi bagi calon-calon pejabat pemerintahan. Dalam upaya melaksanakan kekuasaan kerajaan yang wilayahnya begitu luas, besar, dan menyebar, pemerintahan Dinasti Qin dan Han menghadapi ruwetnya jaringan jabatan yang kompleks. Prospektif jabatan tak terbatas bisa diisi oleh calon dan mobilitas pejabat pemerintah. Tingkatan atau peringkat jabatan ditetapkan dengan melakukan sistem merit tersebut. Akhirnya, sistem sembilan tingkatan (nine-rank system) jabatan dibentuk oleh tiga dinasti kerajaan setelah Dinasti Qin dan Han.
Dari China, konsep sistem merit kemudian menyebar dipergunakan di British India di abad ke-17 dan kemudian ke daratan Eropa dan Amerika. Negara kita semenjak pemerintahan di awal kemerdekaan sampai sekarang juga telah mengenal dan melaksanakan sistem merit dalam manajemen pemerintahan. Akan tetapi, upaya pelaksanaannya tidak seperti yang diharapkan.
Selain itu, netralitas pejabat pemerintah yang membutuhkan merupakan dasar pertimbangan pokok yang tak bisa diabaikan. Prinsip netralitas menunjukkan tak ada unsur kedekatan kepentingan, seperti keluarga, suku, daerah, almamater, agama, politik, dan konglomerasi. Selain kompetensi dan netralitas, unsur kejujuran dan loyalitas yang menekankan pada akhlak juga menjadi pertimbangan bagi calon aparatur pemerintah, baik sipil maupun militer. Yang terjadi selama ini, sistem merit dilaksanakan, tetapi banyak dimanipulasi secara sengaja. Proses pengangkatan calon secara diam-diam dilakukan dengan melanggar konsepsi disiplin ilmu.
Kompetensi calon diganti menjadi kepentingan pemegang kekuasaan. Keahlian dan profesionalisme menjadi sebaliknya, sesuai dengan persepsi dan keinginan pemegang kekuasaan. Terkait netralitas, dalam pelaksanaannya, semua ditentukan oleh pertimbangan kedekatan calon dengan pemegang kekuasaan. Cara melaksanakan sistem merit seperti itu berlangsung lama dalam praktik pemerintahan, lebih-lebih pada pemerintahan Orde Baru yang berlangsung hampir 32 tahun. Bahkan, sisa-sisa pemerintahan Orde Baru masih terasa dipraktikkan sampai sekarang. Itulah sebabnya, pada 2014, dengan dipelopori Komisi II DPR, terbentuk UU ASN yang sarat dengan upaya menegakkan sistem merit ini.
UU ini oleh pemerintah pernah ditolak, bahkan aparat pemda dengan disponsori dan didukung pemerintah pusat berdemonstrasi menolak UU ASN. UU ini banyak menghadapi rintangan, baik di kalangan politik di DPR sendiri maupun di birokrasi pemerintahan. Bahkan, DPR, sebagai lembaga tempat inisiatif pembentukan UU ini berasal, berencana merevisi dan menghapus adanya Komisi ASN, suatu lembaga penjaga sistem merit (merit system protection board).
Tidak efektifnya pelaksanaan sistem merit salah satunya karena pendekatan kekuasaan dijalankan oleh pejabat pemerintah. Manajemen pemerintahan yang sentralistik lebih mengutamakan pendekatan kekuasaan atau otoritas yang dipegang oleh pemegang jabatan, lebih-lebih jika pemegang jabatan itu pejabat politik dari parpol. Akibatnya, semua tergantung persepsi pemegang kekuasaan. Ketegasan dan loyalitas melaksanakan UU yang ada menjadi samar-samar sesuai dengan aspirasi politik yang menjadi dasar pertimbangan pemegang kekuasaan jabatan.
Politik kekuasaan inilah yang selama ini mewarnai manajemen pemerintahan kita. Manajemen pemerintahan memang tanpa kekuasaan, bukan lagi menjadi pemerintahan yang berdaulat. Namun, kekuasaan yang selalu jadi andalan dalam manajemen pemerintahan, tanpa melihat pendekatan lain yang aspiratif dan humanitif, akan banyak penyimpangan.
MERITOKRASI: JALAN PANJANG MENUJU WORLD CLASS BUREAUCRACY
Visi Indonesia Emas di Tahun 2045 telah ditetapkan, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, adil dan makmur. Salah satu pilar yang mendukung pembangunan Indonesia 2045 adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2045, yang berarti bahwa suatu kondisi negara dengan jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada usia nonproduktif. Hal ini akan menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut, tentu saja dengan didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu mempersiapkan peningkatan kompetensi SDM untuk dapat bersaing, terutama SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penggerak dari perubahan dan perkembangan suatu bangsa.
Sejalan dengan hal tersebut, salah satu dari 5 prioritas kerja Presiden-Wakil Presiden 2019-2024 adalah pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama. Terutama dalam membangun SDM yang pekerja keras, dinamis, terampil, dan menguasai iptek. Hal ini diperkuat dengan pendapat Prasojo (2015), yang menyatakan bahwa birokrasi merupakan mesin pembangunan yang memainkan peran vital, strategis, dan kritikal.
Kualitas SDM aparatur dapat ditingkatkan dengan melakukan transformasi secara menyeluruh pada bidang struktural, kultural, dan digital. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merit system, sehingga tercipta ASN yang profesional, berintegritas dan berdaya saing tinggi. Istilah meritokrasi menurut Young (1958) merupakan suatu sistem sosial di mana hasil seperti kekayaan, pekerjaan, dan kekuasaan diperoleh berdasarkan prestasi, yaitu kecerdasan dan usaha. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yaitu kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.
Sesuai dengan Road Map RB 2020-2024, pemberlakukan sistem merit dalam birokrasi Indonesia bertujuan untuk menghasilkan ASN yang profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dan bebas dari KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas untuk masyarakat.
Percepatan implementasi sistem merit juga dilaksanakan dengan terbitnya Peraturan Menteri PANRB Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pedoman Sistem Merit dalam Manajemen ASN. Penetapan aturan tersebut merupakan langkah nyata pemerintah dalam melaksanakan amanat UU ASN dalam mewujudkan birokrasi Indonesia yang kapabel dan berdaya saing. Berdasarkan Data Badan Kepegawaian Negara, per 30 Juni 2023 jumlah ASN yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai angka 4.282.429, dengan komposisi 78 % merupakan ASN pemerintah daerah dan sisanya 22 % ASN yang ditempatkan di pemerintah pusat (bkn.go.id, 2023).
Kementerian PANRB bekerja sama dengan KASN melakukan evaluasi merit system, yang kemudian menghasilkan indeks sistem merit dan menjadi salah satu indikator penilaian dalam evaluasi pelaksanaan RB di instansi pemerintah. Terdapat 8 aspek yang menjadi penilaian dalam evaluasi merit system berdasarkan Peraturan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penilaian Mandiri Penerapan Sistem Merit dalam Manajemen ASN di Instansi Pemerintah, yaitu (1) perencanaan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) pengembangan karier, (4) promosi dan mutasi, (5) manajemen kinerja, (6) penggajian, penghargaan, dan disiplin, (7) perlindungan dan pelayanan, dan terakhir (8) sistem informasi.
Hasil penilaian merit system yang dilakukan oleh KASN pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 91 instansi pemerintah ditetapkan dalam kategori “Sangat Baik”, 157 pada kategori “Baik”, 78 pada kategori kurang, dan juga 191 instansi pemerintah dalam kategori buruk. Kemudian, dalam hal Indeks Kualitas Pengisian JPT, terdapat 63% dari 431 instansi pemerintah yang dinilai mencapai kategori “Baik” dan “Sangat Baik”.
Selanjutnya, berdasarkan evaluasi tingkat kepatuhan pelaksanaan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku (NKK) ASN di instansi pemerintah, tahun ini sebanyak 62,5% dari 16 instansi pemerintah mencapai kategori “Patuh”. Meskipun telah ada tren peningkatan, hasil tersebut menandakan bahwa pelaksanaan sistem merit di Indonesia belum sepenuhnya berjalan dengan baik, sehingga diperlukan tindak lanjut atas beberapa rekomendasi guna perkembangan menuju ke arah yang lebih baik lagi.
Pada level internasional, posisi Indonesia menurut penilaian yang dilakukan oleh IMD World Competitiveness dari tahun 2018-2022 yang meliputi 3 aspek utama, yaitu competitiveness (rangking 44), digital competitiveness, (rangking 51) dan talent ranking (rangking 51). Sementara berdasarkan survei The Global Economy atas Government Effectiveness, Indonesia menempati peringkat 62 dari 193 negara dengan skor 0,38.
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, penerapan sistem merit pada manajemen SDM ASN merupakan prioritas utama dalam mewujudkan SDM unggul dan berdaya saing. Meskipun bukan merupakan hal mudah dalam melaksanakan sistem merit sebagai salah satu upaya dalam manajemen SDM ASN. Diperlukan sebuah proses yang panjang, dimulai dari perencanaan yang matang hingga evaluasi berkala agar dapat menghasilkan birokrasi yang makin transparan, efektif dan dapat diandalkan. (*)