banner 728x250

PERSPEKTIF H. DEDI WAHIDI TENTANG DAMPAK PEMANGKASAN DANA TKD TERHADAP PENDIDIKAN DI DAERAH

Oleh : Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Dalam sambutannya pada acara “Workshop Pendidikan” di Kota Cirebon (Ahad, 19/10/2025) H. Dedi Wahidi, Anggota Komisi X Fraksi PKB DPR RI melontarkan sebuah perspektif menarik tentang kewajiban konstitusional negara sebesar 20% anggaran pendidikan sebagaimana amanat UUD 1945 ( Amandemen) pasal 31, ayat 4, bunyinya :

“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional”.

Penyebutan secara eksplisit anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dalam APBN dan APBD dalam konstitusi negara, tidak banyak negara negara lain melakukannya, tetapi hanya indah dalam konstitusi kita, bahkan terasa pahit getir akibat kebijakan pemangkasan dana transfer daerah (TKD) oleh Pemerintah pusat.

Perspektif yang ditawarkan H. Dedi Wahidi adalah rumusan bahwa total dana transfer daerah (TKD), yaitu Dana alokasi umum (DAU), Dana alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) di tambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dikurangi belanja Gaji, tunjangan dan efisiensi operasional.

Dari mindset itu barulah sisanya 20% dianggarkan untuk pendidikan dan 80% untuk alokasi bidang bidang lain secara proporsional berdasarkan skala prioritas.

Konstruksi tafsir di atas bukan saja masih dalam kerangka konstitusi, bahkan lebih “jujur” dalam memaknai amanat UUD 1945 pasal 31, ayat 4 di atas, sebuah pilihan kebijakan politik anggaran untuk keberpihakan secara affirmatif atas frasa dalam UUD bahwa “negara memprioritaskan anggaran pendidikan”. Angka 20% adalah titik simpul prioritas anggaran pendidikan amanat UUD.

Dengan kata lain, inilah sebuah perspektif atau cara pandang “tafsir” atas amanat UUD 1945 tentang anggaran pendidikan di atas sebagai jalan “teruji” dan “terpuji” dalam sejarah bangsa bangsa bahwa hanya pendidikan sebagai jalan sistemik mampu menarik mobilitas vertikal kualitas bangsa, kualitas masyarakat.

Perspektif solusi konstitusional H. Dedi Wahidi di atas lahir dari “Asbabun Nuzul”, sebuah sebab saat beliau “kebetulan” didampingi penulis menerima “curhat” pilu dari H.Ronianto, S.pd. M.M, Kepala Dinas Pendidikan Kab Cirebon, tentang dampak pemangkasan dana TKD terhadap kondisi pendidikan di Kab. Cirebon.

Potret ironi anggaran pendidikan disampaikan H. Ronianto bahwa anggaran pendidikan di Kab Cirebon setelah dipotong untuk Gaji dan tunjangan ASN dan PPPK serta operasional di lingkup dinas pendidikan – hanya tersisa 7 Milyar untuk penyelenggaraan pendidikan dengan kewenangan “wajib” dari tingkat SD dan SMP.

Inilah potret ironi anggaran pendidikan, hakekatnya ironi kolektif dialami nyaris semua daerah, khususnya kabupaten/ kota di Indonesia akibat kebijakan pemangkasan dana TKD. Angka 20% anggaran pendidikan hanya indah dalam konstitusi tapi tafsirnya dalam kebijakan terasa pahit dan getir.

Jika perspektif tafsir H. Dedi Wahidi di atas tidak diinjeksi oleh kebijakan regulatif negara atau negara tidak mengkonstruksi solusi alternatif bagi anggaran pendidikan di daerah yang terdampak kebijakan pemangkasan dana TKD.hampir pasti peta jalan pendidikan kita makin “buram” sebagai jalan masa depan bangsa.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sebuah lembaga gerakan masyarakat sipil mencatat lima hal “buruk” yang akan mengancam pendidikan akibat pemangkasan dana TKD, yaitu :

Penurunan kualitas pendidikan, bertambahnya Angka putus sekolah (ATS), sulitnya akses pendidikan di daerah, pemecatan guru honorer secara massal dan ketimpangan pendidikan.

Di sinilah konteks statement Seymon Martin Lept, seorang sosiolog, bahwa ruang kemungkinan suatu bangsa akan lebih sejahtera dan secara linier akan memberi dampak pada seluruh aspek kualitas kehidupan masyarakat tergantung pada rata rata rata pendidikan masyarakatnya.

Artinya, jalan kesejahteraan masa depan bangsa sangat tergantung atas komitmen keberpihakan anggaran negara terhadap pendidikan, sebuah “ujian” negara menjaga amanat konstitusi bahwa anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD harus dijaga konsistensinya.

Negara dibangun oleh kerja kerja pikiran para “Founding parents”, oleh para bapak dan ibu pendiri bangsa selain untuk melindungi kehidupan bangsa, secara eksplisit, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Itulah amanat pembukaan UUD 1945 yang harus dijaga dalam komitmen kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Wassalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *