banner 728x250

MEMBACA NINA AGUSTINA JELANG LENGSER, CATATAN ANGKA ANGKA UNTUK LUCKY HAKIM

Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Membaca Nina Agustina jelang “lengser” berbasis data “resmi negara”, yakni BPS (Badan Pusat Statistik) penting sebagai angka angka “introspektif” sekaligus titik pijak mengawal harapan publik di era Lucky Hakim, penggantinya.

Data BPS bersifat “netral”‘, acuan “resmi negara” untuk mengukur kinerja bupati – bukan hasil survey “opini publik” bersifat framing politis. Itulah alat ukur tradisi peradaban politik dalam sistem demokrasi modern.

Artinya, jelang lengser Nina Agustina tidak relevan lagi di frame dalam opini publik secara politis kecuali meletakkannya dalam prinsip “continuity and change”, prinsip keberlanjutan sekaligus titik pijak perubahan dalam proyeksi kinerja ke depan.

Ada tiga variabel makro secara minimal untuk mengukur kinerja Nina Agustina periode tahun 2022 – 2024, tiga tahun efektif kepemimpinannya pasca recovery dari pandemi covid 19 :

Pertama, indeks PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), alat ukur kondisi ekonomi suatu daerah dalam periode tertentu. Tahun 2022 PDRB Indramayu sebesar 48,49 juta/kapita/Tahun, naik menjadi 54,67 juta/kapita/ tahun pada tahun 2024, atau naik 6,18 juta/kapita/tahun (12,7%).

Kedua, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), alat ukur “progres” Indramayu dalam tiga varian, yakni pendidikan, kesehatan dan daya beli. IPM Indramayu tahun 2022 sebesar 69,52 %, menjadi 70, 72 % tahun 2024, “naik” sebesar 1,2 %,

Ketiga, indeks kemiskinan dalam periode yang sama di Indramayu dari 12,77% tahun 2022 menjadi 11, 93% tahun 2024,, “turun” 0, 84 % sementara kemiskinan kategori “ekstrim” turun dari 2,28% (2022) menjadi 1,72% (2024), turun 0,56%.

Tiga variabel di atas potret kinerja Nina Agustina berbasis data BPS. Ini tentu di luar “gestur” kepemimpinannya yang dipersepsikan publik terlalu “adigang adigung”, mengutip diksi Romo Mangun Wijaya atau dalam lirik lagu Rhoma Irama disebut “tolak pinggang setinggi dada” alias “mentang mentang”.

Dari sisi “kecepatan” out pot kinerja – naiknya PDRB di peringkat ke 7, naiknya IPM di peringkat 5 dan turunnya angka kemiskinan di peringkat ke 16 dalam perbandingan periode tahun yang sama (2022 – 2024) dari 27 kab/kita di Jawa barat.

Dalam hal urutan “ranking” terutama IPM dan indeks kemiskinan Indramayu memang masih di “papan bawah” dalam perbandingan 27 kab/kita di Jawa Barat. Urutan “rangking” adalah out put angka komulatif lintas periode bupati bupati Indramayu.

Di sinilah Lucky Hakim bupati pengganti Nina Agustina harus meletakkan angka angka di atas sebagai titik pijak merumuskan target kenaikan PDRB, IPM dan penurunan angka kemiskinan per tahun secara real, diletakkan dalam konstruksi kerja kerja teknokratis, “tidak omon omon”, tidak imajinatif.

Berakhirnya pandemi covid 19 sebagaimana dulu dihadapi di era kepemimpinan bupati Nina Agustina adalah ruang “progresif” bagi Lucky Hakim untuk melipatgandakan capaiannya – di atas capaian Nina Agustina dalam indeks tiga variabel di atas.

Itulah moralitas tanggung jawab seorang bupati sebagai pemimpin. Pemimpin ibarat lokomotif penggerak gerbong gerbong panjang dari kelas “bisnis” hingga kelas “ekonomi”, tidak hanya kelas “tim sukses” melainkan kelas harapan publik seluruhnya.

John Quincy Adams, Presiden Amerika Serikat ke 6 (1826 – 1869) mendefinisikan, “Jika ucapan dan tindakanmu menginspirasi dan menggerakkan orang lain untuk bermimpi lebih banyak, berbuat lebih banyak – maka anda adalah seorang pemimpin”.

Maka inilah giliran Lucky Hakim membuktikan diri “kapabel” dalam memimpin orkestrasi birokrasi sebagai “effort” menggerakkan harapan publik setelah ia membuktikan diri secara “elektabel” dipilih dengan angka 67%, sebuah angka harapan publik begitu tinggi dititipkan di pundaknya.

Sejarah telah memberi ruang dan waktu pada Lucky Hakim. Kelak Waktu akan mencatatnya lewat data BPS sebagai alat ukur out put kinerja sebagaimana menjadi alat ukur bupati bupati sebelumnya.

Framing politik bersifat “post truth”, yakni branding politik secara manipulatif tidak relevan. Tanggung jawab pemimpin saat menjabat adalah menunaikan janji – bukan memproduksi janji janji baru.

Wassalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *