banner 728x250

REFLEKSI HARLAH PKB KE 27 DAN TANTANGAN POLITIK AT TAKATSUR

Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

Ketika hari ini (23 Juli 2025) tiba Harlah PKB yang ke 27 maka pertanyaan reflektif untuk kembali direnungkan : dari mana PKB datang, kepada siapa PKB harus berpihak dan nilai nilai politik apa yang hendak diperjuangkan PKB ?

Pertanyaan reflektif di atas bukan sekedar untuk menjawab kerisauan Cak Imin, ketua umum PKB, atas massifikasi kepalsuan politik tapi disukai publik – sebagaimana ia sampaikan saat pelantikan pengurus Lembaga Kaderisasi Nasional (LKN) DPP PKB (Senin, 14/7/2025).

Lebih mendalam lagi tentang “kekecualian” apa yang hendak dirawat dan dijaga PKB sebagai partai politik saat politik hanyalah praktek “Attakatsur”, sebuah perlombaan politik glamor para elite sehingga begitu rendah kepercayaan publik terhadap partai politik sebagai institusi demokrasi modern (Survey “Indikator Politik”, Mei 2025).

PKB adalah “kekecualian” politik – berbeda dari umumnya partai politik. PKB tidak lahir dari proses politik “Attakastsur”, sebuah “glamorisme” politik kemewahan prilaku elitis melainkan oleh ikatan kolektif di atas prinsip perjuangan politik Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja).

Kalau saja PKB tidak didirikan oleh kehendak kolektif suasana kebatinan ke NU an 27 tahun silam, sulit dibayangkan PKB akan eksis, bertahan dan menjadi salah satu kekuatan politik besar di pentas politik Nasional saat ini.

Kalau saja PKB hanya didirikan oleh kehendak individual para kiai NU secara parsial mungkin PKB “nasibnya” tidak akan berbeda dengan partai Nahdlatul umat (PNU) atau Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) – hanya bertahan “seumur jagung”.

Kalau saja “inner power” PKB hanya disandarkan pada kepiawaian taktis bermain politik elektoral, mungkin saja PKB kehilangan daya tahan oleh gempuran pragmatisme politik oligarkhis dan proses pendangkalan nilai perjuangan politik.

Kesadaran atas nilai nilai historis di atas adalah kesadaran tentang originalitas “”DNA” lahirnya PKB dan bagaimana PKB meletakkan peran peran politik ke depan di tengah tarik tambang pragmatisme politik dan godaan “sexi” politik “Attakatsur”, kemewahan glamorisme elitis.

Inilah tantangan PKB untuk terus bertumbuh menjulang langit menjemput aspirasi publik tapi tetap menghunjam ke dalam akar akar “mabda’ syiasi”, prinsip politik Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang kuat dan membasis bumi (q.s. Al Imron, 104).

Perjuangan politik PKB dibangun di atas prinsip “tawashut, tasamuh,tawazun wal i’tidal”, empat diksi prinsip khas NU yang ujung maknanya adalah perjuangan keber-adilan dalam ruang kepantasan, kepatutan dan keadaban publik

Dalam konstruksi nilai nilai politik itulah maka perjuangan politik dan pendidikan pengkaderan PKB harus ditumbuhkan, tidak sekedar bagaimana kader kader PKB piawai dalam permainan teknik elektoral

Sejarah kelak akan mencatat bukan sekedar berapa kursi yang diraih PKB dalam pemilu tapi juga seberapa besar PKB menghadirkan jalan keadilan untuk mereka yang paling membutuhkan, berapa banyak mimpi mimpi rakyat diwujudkan.

PKB hadir dan dihadirkan 27 tahun silam oleh spirit kolektivitas nilai ke NU an sebagai jawaban atas hadirnya era demokrasi pasca berakhirya rezim otoritarian Orde Baru.

Demokrasi bukan hanya tentang pemilu, bukan hanya tentang “selfi selfi” di ruang publik. Ia tentang perjuangan pikiran, tentang akuntabilitas tentang keteladanan dan tentang keadilan.

Demokrasi bukan sekedar prosedur elektoal memindahkan kedaulatan rakyat ke bilik suara, bukan proyek memanipulasi kekuasaan melainkan jalan membentuk akhlak publik dalam “meaningfull partisipation”, partisipasi politik bermakna.

Ibnu Khaldun, bapak sosiolog politik muslim mendefinisikan kemuliaan politik adalah perjuangan keberpihakan terhadap keadilan. “Politik tanpa perjuangan afirmasi keadilan hanyalah kesesatan politik yang direncakan”, tulis Ibnu Khaldun.

Maka sambil mensyukuri capaian capaian perjuangan politik PKB misalnya menggolkan UU tentang Pesantren dan penetapan Hari santri nasional (HSN) – pertanyaan pertanyaan reflektif di atas penting direnungkan dalam momentum Harlah PKB ke 27.

Itulah cara mencicil jawaban atas kerisauan kerisauan Cak Imin, ketua umum PKB terhadap maraknya politik palsu tapi laku, mencegah politik tidak hanya mempertontonkan sikap glamor dan pendangkalan nilai.

Selamat Harlah PKB ke 27.

Wassalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *