Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan
Hari ini (kamis, 20/2/2025) Nina Agustina mengakhiri masa jabatannya. Waktu terus bergulir, “setiap tokoh ada masanya dan setiap masa ada tokohnya”, demikian petikan surat politik Ali Bin Abi Thalib dalam kitab “Nahjul Balaghah”.
Dalam konteks itu kita letakkan Nina Agustina dalam falsafah luhur bangsa “Mikul duwur mendem jero”, sebuah falsafah yang mengajarkan kita untuk menjunjung tinggi “legacy” yang baik dan mengubur dalam dalam “warisan” yang tidak update dengan spirit zamannya.
Artinya hari ini Nina Agustina tidak relevan lag di frame dalam opini publik secara politis kecuali kita letakkan dalam prinsip “continuity and change”, bahwa Nina bagian dari sejarah perjalanan Indramayu dengan legacy angka angka sebagai titik pijak selanjutnya bagi Lucky Hakim, penggantinya, dalam merawat harapan publik ke depan.
Ada tiga variabel legacy “angka angka” makro secara minimal untuk mengukur kinerja Nina Agustina periode tahun 2022 – 2024, tiga tahun efektif kepemimpinannya pasca recovery dari pandemi covid 19 :
Pertama, indeks PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), alat ukur kondisi ekonomi suatu daerah dalam periode tertentu. Tahun 2022 PDRB Indramayu sebesar 48,49 juta/kapita/Tahun, naik menjadi 54,67 juta/kapita/ tahun pada tahun 2024, atau naik 6,18 juta/kapita/tahun (12,7%).
Kedua, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), alat ukur “progres” Indramayu dalam tiga varian, yakni pendidikan, kesehatan dan daya beli. IPM Indramayu tahun 2022 sebesar 69,52 %, menjadi 70, 72 % tahun 2024, “naik” sebesar 1,2 %,
Ketiga, indeks kemiskinan dalam periode yang sama di Indramayu dari 12,77% tahun 2022 menjadi 11, 93% tahun 2024,, “turun” 0, 84 % sementara kemiskinan kategori “ekstrim” turun dari 2,28% (2022) menjadi 1,72% (2024), turun 0,56%.
Tiga variabel angka angka makro di atas potret kinerja Nina Agustina berbasis data BPS (Badan Pusat Statistik). Data BPS alat ukur “resmi negara” selama ini dipakai untuk mengukur kinerja bupati siapa pun dan di mana pun dalam lintas periode kepemimpinannya.
Dari sisi “kecepatan” out put kinerja – . naiknya PDRB di peringkat ke 7, naiknya IPM di peringkat 5 dan turunnya angka kemiskinan di peringkat ke 16 dalam perbandingan periode tahun yang sama (2022 – 2024) dari 27 kab/kita di Jawa barat.
Dalam hal urutan “ranking” terutama IPM dan indeks kemiskinan Indramayu memang masih di “papan bawah” dalam perbandingan 27 kab/kita di Jawa Barat. Urutan “rangking” adalah out put angka komulatif lintas periode bupati bupati Indramayu.
Berakhirnya pandemi covid 19 sebagaimana dulu dihadapi di era kepemimpinan bupati Nina Agustina adalah ruang “progresif” bagi Lucky Hakim. Secara teori ekosistem sosial seharusnya ke depan mampu melipatgandakan capaiannya – di atas capaian Nina Agustina dalam indeks tiga variabel di atas.
Lucky Hakim telah membuktikan diri secara “elektabel” dipilih dengan angka 67%, sebuah angka harapan publik begitu tinggi dititipkan di pundaknya. Kelak harus dibuktikannya dalam memimpin orkestrasi birokrasi untuk sebesar besarnya maslahat publik, bukan demi “tim sukses”.
Sejarah telah memberi ruang dan waktu pada Lucky Hakim. Jabatan akan menggoda dan menguji integritasnya sekaligus BPS akan mencatat out put kinerjanya sebagaimana menjadi alat ukur bupati bupati sebelumnya.
Tanggung jawab pemimpin saat menjabat adalah menunaikan janji janji – bukan memproduksi janji janji baru. Kritik adalah subsidi semangat, tak akan membuat pemimpin “jatuh” tetapi justru suplay puja puji terlalu overload dan pembisik manis di “lingkar terdalam” sangat membahayakan “umur” jabatannya
Wassalam.