Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan
Selamat atas inaugurasi dan pelantikan pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor kab Indramayu masa khidmat 2024 – 2028, di Gedung Dakwah PCNU Indramayu, Sabtu (29/11/2025).
Di bawah kepemimpinan Gus Ulin Ni’am, GP Ansor Indramayu mengusung tema : Perbaharui niat, Aktifkan semangat, Ansor Indramayu Bebarengan”.
Perspektif penulis meletakkan acara inaugurasi dan pelantikan dengan pilihan tematik yang diusungnya di atas adalah ikrar kolektif untuk menguatkan struktural dan membasis secara kultural sebagai sebuah “entitas” gerakan pemuda keagamaan seturut perkembangan zaman dan variabel tantangan yang mengikutinya.
Sebagai sayap organik pemuda dalam epicentrum ideologis “Jam’iyyah” Nahdlatul Ulama (NU), penting bagi Ansor Indramayu menghayati perannya sebagai gerakan masyarakat sipil untuk pemberdayaan rakyat, penuntun umat di ruang keagamaan dan memantapkan kerja politik ke NU an di level “politik kebangsaan”.
Di sinilah pentingnya aktualisasi peran peran Ansor di ruang publik dalam konteks relasi kerja bersifat prinsip, strategis, taktis dan pragmatis. Keempat relasi tersebut sama pentingnya dalam derajat “kekhususan situasional’, di tengah fenomena disrupsi sosial dalam bingkai ideologis NU.
Relasi “pragmatis” di sini bukan dalam konteks pragmatisme politik bersifat “deal deal” oportunistik melainkan relasi kebermanfaatan Ansor dalam pemberdayaan rakyat dan umat dalam konteks relasi kolaboratif dengan “pihak lain”, baik instansi pemerintah maupun swasta.
Peluncuran BUMA (Badan Usaha Milik Ansor) berupa kapal penyeberangan ke pulau Biawak, MOU dengan BAZNAS untuk pemberdayaan ekonomi, penyerahan kombain dan traktor dari Kementerian Pertanian RI, harus dipandang sebagai pilot proyect, sebuah cara Ansor “masuk” dalam adaptasi ekosistem sosial baru..
Inilah track perluasan pilihan khidmat Ansor Indramayu masuk ke sektor ekonomi, teknologi dan pemberdayaan, dalam konteks teori Greg Barton, pengamat tentang NU, ketiganya variabel instrumental bagi penuntun ruang kontribusi NU dan perangkat perangkat organik di dalamnya untuk membasis secara kultural di ruang keagamaan dan kerja politik kebangsaan.
Lembaga “CESDA” (Centre For Statistics And Data Analisis), sebuah lembaga survey berbasis di Kota Cirebon, berpengalaman bekerja sama dengan harian “Kompas” dalam survey Pemilu 2024, pada bulan Juni 2025 melakukan survey “opini publik” tentang prioritas kehendak warga Indramayu dalam daftar problem sosial yang dihadapinya
Dalam temuan data survey “CESDA” tersebut di mana penulis salah satu konsultan politiknya dari 17 varian problem sosial yang dihadapi warga Indramayu, lima prioritas teratas adalah tentang problem kemiskinan, susah lapangan kerja, infrastruktur yang rusak, Problem air bersih dan kebutuhan pokok.
Data lain berbasis data BPS akhir 2024, angka kemiskinan di Indramayu sebesar 11,93%, tertinggi di Jawa Barat, ekuevalen atau setara dengan 240 ribu orang dari total populasi penduduk Indramayu 1,9 juta jiwa. Artinya 240 ribu warga Indramayu berdasarkan standart BPS hanya berpenghasilan di bawah 20 ribu/sehari, setara harga segelas kopi di sebuah kafe di Indramayu.
Angkatan kerja di Indramayu (BPS – Agustus 2024) sebesar 929 ribu orang. 263 ribu (28,6%) di antaranya adalah “pekerja formal”, yaitu ASN, PPPK, pekerja pabrik dll – penerima gaji formal bulanan. Sisanya “buruh lepas” sebesar 500 ribuan orang, tanpa gaji bulanan, tanpa proteksi BPJS plus “pengangguran terbuka” (6,2%).
Jika Ansor Indramayu mampu menghandle 5% saja dari problem sosial kemiskinan dan kesenjangan angkatan kerja berbanding terbalik dengan daya serap pertumbuhan lapangan kerja di atas – sungguh kerja ekstra luar biasa tapi disitulah kemuliaan eksistensi Ansor Indramayu.
Tentu mengambil ruang peran di situ adalah menguatkan relasi kerja sama strategis, taktis dan pragmatis Ansor Indramayu dengan institusi pemerintah, kalangan swasta dan dunia usaha. Ini akan mempersempit ruang aktualisasi “radikalisme” dan “intoleransi” sosial yang selama ini menjadi fokus gerakan Ansor.
Menghadapi ancaman “radikalisme” dan “intoleransi” dalam konstruksi analisis sosiologi politik Samuel Huntington, tidak bisa hanya dihadapi oleh kekuatan narasi tunggal keagamaan tapi berkelindan dengan solusi problem sosial lainnya.
Selamat, pengabdian maksimal tidak akan mengkhianati hasil secara optimal.
Wassalam.














