BALI – Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya Nasional 2025 pada 29 April hingga 2 Mei di Bali. Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk membahas dan mencari solusi atas berbagai tantangan kesehatan yang masih dihadapi Indonesia, seperti tingginya angka hipertensi, stunting pada anak, penyebaran HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, dan demam berdarah dengue (DBD).
Seperti yang dilansir health.kompas.com, isu-isu tersebut menjadi perhatian utama karena berdampak langsung pada kualitas hidup dan produktivitas masyarakat. Penanggulangannya membutuhkan peran aktif dari seluruh jajaran kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan dan fasilitas layanan primer seperti puskesmas.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Ina Agustina Isturini, MKM, menyampaikan apresiasi kepada ADINKES atas konsistensinya dalam menyelenggarakan forum yang edukatif dan kolaboratif ini.
“Kegiatan ini tidak hanya memperkuat kapasitas Dinas Kesehatan, tetapi juga meningkatkan kompetensi puskesmas dalam menangani berbagai masalah kesehatan yang masih menjadi beban besar di tingkat nasional,” ujar dr. Ina.
Ia menekankan bahwa penanganan penyakit menular dan tidak menular tidak dapat hanya mengandalkan pemerintah pusat. Keberhasilan sangat ditentukan oleh efektivitas pelaksanaan program kesehatan di daerah, yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor dan penguatan kapasitas sumber daya di tingkat daerah menjadi kunci dalam mewujudkan Indonesia yang lebih sehat.
Ditambahkan oleh Ketua ADINKES, dr.M.Subuh, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di tingkat komunitas, puskesmas memiliki peran krusial dalam upaya promotif, preventif, serta deteksi dini penyakit.
“Kami percaya bahwa kolaborasi lintas sektor dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di tingkat desa adalah kunci untuk menciptakan sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan,” katanya.
Kegiatan ini mempertemukan para pemangku kepentingan dari Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), puskesmas, laboratorium kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS, tenaga kesehatan, akademisi, hingga pegiat kesehatan dari seluruh Indonesia.
Salah satu isu kesehatan yang menjadi fokus perhatian dalam acara ini adalah pencegahan dan pengendalian dengue.
Peningkatan kasus dengue, seperti dilansir dari situs web Kementerian Kesehatan, Sehat Negeriku, disebabkan oleh perubahan karakteristik penularan nyamuk penyebab dengue. Jika dulu nyamuk penyebab dengue lebih banyak ditemui saat musim hujan, kini apa pun musimnya nyamuk itu tetap bisa ditemukan.
Dengan kondisi iklim Indonesia dan perubahan karakteristik nyamuk penyebab dengue, semua orang di Indonesia menjadi lebih berisiko terjangkit penyakit ini, tanpa memandang usia, tempat tinggal, dan gaya hidup. Dalam diskusi panel bertema “Efektivitas Vaksinasi untuk Pengendalian Dengue” pada hari ketiga semiloka ini, Dr. dr. I Made Susila Utama, SpPD-KPTI FINASIM menekankan pentingnya pencegahan.
“Salah satu langkah yang dapat dipertimbangkan adalah penerapan metode inovatif melalui vaksinasi dengue. Pengalaman dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam menerapkan metode pencegahan inovatif ini, patut diapresiasi dan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya,” katanya.
Ada pun Kalimantan Timur menjadi pelopor vaksinasi dengue yang menyasar 9.800 anak usia sekolah dasar di Kota Balikpapan dan 2.750 anak di Kota Samarinda. Program serupa juga dilakukan di Kota Probolinggo dengan sasaran 1.120 anak usia sekolah dasar. (ynt/rls)