banner 728x250

NUSRON WAHID KORBAN PENYESATAN KONTEN TENTANG TANAH, SERANGAN PARA OLIGARKHI TANAH?

Oleh : H. Adlan Daie
Analis Politik/Mantan Pengurus NU Jawa Barat (2010-2021)

Nusron Wahid, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dibully habis akhir akhir ini hampir di semua platform media sosial terkait pernyataannya seolah oleh negara akan mengambil paksa tanah milik rakyat yang “nganggur” selama dua tahun.

Penulis tidak dalam posisi membela Nusron Wahid, Menteri ATR- BPN, kecuali hendak menegaskan bahwa penyesatan konten vidio seorang pejabat di media sosial sangat berbahaya saat publik hari hari ini dalam tensi kemarahan tinggi terhadap para pejabat, bahkan melakukan “amuk massa”.

Penyesatan konten terkait pernyataan Nusron Wahid, Menteri ATR- BPN, pernah penulis sampaikan saat penulis mengisi acara “Pengantar Sekolah Epistimologi” PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Institut Agama Islam Pangeran Dharma Kusuma Indramayu (28/7/2025).

Hari ini penting ditegaskan ulang saat eskalasi unjuk rasa semakin bertubi tubi dan keras mengarah pada “penghakiman” beberapa pejabat hanya berbasis potongan vidio dan penyesatan konten demi menjaga peradaban bernegara di atas prinsip keadaban dan keadilan.

Problem pertanahan adalah problem klasik bangsa Indonesia. Nusron Wahid sebagai Menteri berlatar belakang “santri” tidak hanya menjelaskan dari sisi kerja teknis dalam tugas pokok kementerian ATR/BPN yang dipimpinnya, melainkan dikupas dalam perspektif keagamaan secara kuat.

Nusron Wahid dalam beberapa kesempatan secara fasih mengutip Al Qur’an Surat Al Hasyr ayat 7 – “kay la yakuna dulatan bainal aghniya minkum”, agar harta (tanah) tidak hanya berputar (dikelola) di kalangan orang orang kaya saja.

Ia menyuarakan mimpi besar reformasi agraria yang tidak hanya menata sertifikat tapi menata struktur kekuasaan tanah dalam konteks keadilan untuk menghindarkan ketimpangan sosial yang ekstrem.

Inilah sejatinya “jihad ekonomi” yang diperjuangkan Nusron Wahid dalam “bahasa agama’ sebagai bentuk menterjemahkan visi Presiden Prabowo Subianto tentang amanat pasal 33 UUD 1945 bahwa kekayaan bumi, air dan yang terkandung di dalamnya adalah untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Sebagai Menteri yang ditugasi Presiden Prabowo di bidang pertanahan Nusron Wahid paham betul berbasis data data valid bahwa 46% tanah non hutan di Indonesia hanya dikuasai 60 keluarga. Dari 70 juta hektare tanah non hutan- 30 juta hektar dalam bentuk HGU dan HGB dikuasai oleh sekitar 3500 perusahaan.

Dari perusahaan ini kekayaan hanya mengalir berlimpah berputar di lingkaran keluarga yang itu itu saja, dalam bahasa Al Qur’an di atas disebut “dulatan bainal Ahgnia”. Bahkan ada satu keluarga yang mengantongi ijin 1,8 juta hektare tanah.

Sementara di sisi lain jutaan petani kita sekedar mencari dua hektare tanah untuk menanam singkong dll harus berhadapan dengan birokrasi dan mafia tanah. Inilah realita bahwa hidup di negeri agraris tidak membuat para petani kita mudah memiliki tanah garapan.

Oligarkhi tanah atau penguasaan tanah jutaan hektare oleh satu dua kelompok inilah yang disasar dalam program dan kebijakan kementerian yang dipimpin Nusron Wahid, sayangnya, tidak sederhana dan tidak mudah berhadapan dengan para oligarkhi tanah yang telah lama dinikmati penguasaannya.

Inilah yang menjelaskan serangan kepada Nusron Wahid sebagai Menteri ATR-BPN dengan melakukan penyesatan konten di media sosial seolah olah Ia hendak merampas tanah milik rakyat yang “nganggur” selama (dua tahun.

Padahal konteksnya adalah tanah tanah yang telah memiliki ijin HGU dan HGB -tentu ini dimiliki para oligarkhi tanah, jika tidak dimanfaatkan selama dua tahun akan diambil alih lagi oleh negara untuk didistribusikan pemanfaatannya kepada rakyat.

Apakah Nusron Wahid, Menteri ATR- BPN, mampu melawan para mafia tanah dan para oligarkhi tanah untuk mengakhiri “ketidak adilan struktural’ dalam penguasaan tanah tanah negara untuk didistribusikan secara adil kepada rakyat ?

Jawabannya tergantung keberanian Nusron Wahid sebagai Menteri ATR-BPN menghadapi serangan para oligarkhi tanah – dan yang terpenting pula partisipasi kita memberikan dukungan terhadap kebijakannya yang pro rakyat.

Sayangnya terus terang masyarakat kita justru terlalu mudah dibelokkan oleh penyesatan konten potongan vidio sehingga masyarakat justru ikut menyerang Nusron Wahid secara bertubi tubi di semua platform media sosial saat.

Ini sungguh berbahaya saat eskalasi unjuk rasa diframing untuk menyerang para pejabat maka program program pro rakyat akan gagal dalam eksekusinya.

Kita harus bersama sama membangun kesadaran untuk membantu program pemerintah pro rakyat dari serangan penyesatan konten opini di media sosial tanpa harus kehilangan sikap kritis atas kebijakan pemerintah yang benar benar tidak berpihak kepada rakyat. (*)

Wassalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *