INDRAMAYU – Guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Indramayu secara massif mensosialisasikan pajak daerah kepada wajib pajak (WP).
Sosialisasi itu tidak saja masalah PBB-P2-BPHTB, namun juga pajak daerah lainnya seperti pajak reklame, pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa tenaga listrik dan lainnya.
“Kami masif melakukan pendataan WP baru ke lapangan dari satu titik ke titik lainnya. Contoh, saat pendataan kemudian ditemukan ada rumah makan baru, kita cek di sistem dan belum terdata. Kita datangi dan langsung sosialisasi agar mereka mendaftar sebagai wajib pajak. Hal itu sejalan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 1 Tahun 2024, bagi pelaku usaha baru wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak daerah,” kata Kepala Bapenda Kabupaten Indramayu, H.Ahmad Syadali melalui Kepala Bidang Pajak Daerah Lainnya (PDL), Siti Jubaedah belum lama ini.
Jubaedah merinci, untuk optimalisasi pajak daerah, Bapenda memiliki dua bidang yang khusus menangani hal tersebut yakni Bidang PBB, BPHTB dan Bidang PDL. PBB kata dia meliputi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB kata dia adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/ atau bangunan, yaitu perbuatan atau peristiwa hukum atas dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan dan terjadi saat jual beli.
“PBB dibayar setiap tahun. Wajib pajak kelas 4 dan 5 jatuh temponya di tanggal 30 September, WP, 1, 2 dan 3 di 30 November. WP 4 dan 5 tagihannya diatas Rp 2 juta dan WP 1, 2 dan 3 dibawah Rp 2 juta dan penagihannya biasanya dikelola oleh Pemdes,” rincinya.
Sementara untuk PDL, sambung dia, meliputi pajak reklame, pajak air tanah, pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB), ajak sarang burung walet dan PBJT atas: jasa makanan dan minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa tenaga listrik
Masih dikatakannya, target murni pajak daerah di 2024, sebesar Rp 178,6 miliar dan nanti akan ada kenaikan saat APBD perubahan. Dari jumlah WP itu, kontribusi terbesar pertama didapat dari PBJT TL atau pajak barang dan jasa tertentu tenaga listrik kerja sama dengan PLN disusul jasa makanan dan minuman (restoran) dan ketiga adalah jasa kesenian dan hiburan.
Menurutnya, kesadaran WP untuk membayar pajak sudah meningkat. Hal itu, kalau dilihat dari tren realisasi pajak dari tahun ke tahun selalu meningkat.
“Bayar pajak by system melalui aplikasi PJDL Online yang bekerja sama dengan bank bjb. Dengan aplikasi itu selain tidak ada kebocoran juga penunggak pajak akan kelihatan, karena pengelola administrasi perpajakan sudah terintegrasi dari hulu ke hilir,” sebut Siti Jubaedah.
Kemudian menyinggung yang membedakan antara jasa makanan dan minuman yang kena pajak dan tidak kena pajak. Yang kena pajak adalah restoran/rumah makan tempat permanen, ada penyajian dan ada omset minimal. Sementara kalau rumah makan tidak permanen seperti angkringan, gerobak dorong itu tidak kena pajak. (dar/adv)